
Ketika Berjarak
Di awal pernikahan, aku dan suami sempat mengalami long distance marriage meski tidak terlalu lama. Aku dan suami memang bersepakat, jika kami sudah menikah, kami harus bersama. Apalagi jika sudah memiliki anak. Saat itu, suami yang bekerja di Jakarta mengusahakan agar dapat dipindah ke Bandung meski dengan upah yang menyesuaikan dengan standar di Bandung.
Selama 6 tahun usia pernikahan, kami bersama di satu kota. Meski seringkali kami berpisah karena tugas atau karena aku menjalani me time. Paling lama kami berpisah sekitar 2 minggu ketika aku atau suami mendapat tugas kantor keluar kota. Dan akhirnya, sebulan lalu suamiku mendapat keputusan pindah tugas dan harus kembali stay di Jakarta selama beberapa waktu. Kabarnya memang paling cepat hanya 3 bulan saja di Jakarta, tapi bisa saja lebih lama atau lebih cepat. Tergantung dari proyek yang sedang dijalani. Aku berharap memang lebih cepat kembali lagi ke Bandung.
Banyak sekali pertimbangan ketika berjarak, apalagi ketika sudah memiliki anak. Kami yang memiliki anak laki-laki, tentunya butuh dekat dengan ayah secara emosi. Banyak sekali penelitian yang menyebutkan bahwa jika peran ayah kuat dalam pengasuhan anak laki-laki, maka anak akan mendapatkan kestabilan emosi, menjadikan anak sebagai sosok yang bersahabat, serta memiliki kesuksesan secara akademis. Namun jika berjarak, ada banyak hal yang akan berkurang. Meski tentu saja tidak hilang dan kuakui banyak keluarga yang berada di tempat yang berbeda-beda namun tetap menjalani perannya dengan baik.
Sebulan ini aku, suami, dan anakku menjalani keluarga dalam jarak. Suamiku hanya bisa pulang paling cepat seminggu sekali. Meski baru saja sebulan menjalani jarak, dampaknya mulai terasa. Rutinitas yang terjadi di keseharianku dan Raynar seakan-akan seperti lingkaran setan yang tak bisa terputus. Raynar mulai mengungkapkan segalanya dengan tangisan, aku mulai tersulut emosi dan berbicara dengan nada lebih tinggi, Raynar menangis lebih keras, dan terus berulang bahkan untuk hal yang sebenarnya hanya masalah sepele, seperti memintanya mandi misalnya. Untuk mengatasi masalah-masalah kecil yang terus menumpuk, melakukan video call adalah salah satu cara terpraktis yang bisa dilakukan setiap hari untuk tetap menjaga kualitas hubungan Raynar dan Babahnya. Pun hubunganku dengan suamiku, tentu saja.
Selain permasalahan emosi Raynar yang mulai muncul, penataan ulang kembali masalah finansial perlu dilakukan. Aku yang terbiasa pulang atau pergi kerja diantar suami, tetiba saja harus menambah pengeluaran untuk biaya transportasi. Kami berdua yang masih meniti karir dan menabung untuk ini itu, penambahan biaya menjadi masalah yang perlu dipikirkan. Meski aku pribadi bukan orang yang selalu riwil dengan masalah detil seperti keuangan dan selalu percaya bahwa jalan rejeki kami bisa datang dari mana saja, namun mulai terasa lebih banyak pengeluaran yang sesekali memaksaku mengeluarkan tabungan sedikit demi sedikit. Dan buatku, ini sudah menjadi masalah.
Tapi buatku, permasalahan emosi Raynar yang makin naik turun semenjak ia dan Babahnya berjarak membuatku mulai coba memikirkan bergantian untuk berkumpul di Jakarta, yang artinya juga akan menambah biaya lagi. Demi emosi Raynar yang lebih stabil, tidak ada salahnya kami mencoba untuk bergantian pergi untuk berkumpul bersama.
Di masa liburan semester, aku dan Raynar libur. Tapi ternyata, liburan yang jatuh di akhir tahun justru biasanya membuat pekerjaan suamiku lebih padat dari hari-hari biasanya. Suamiku tidak memungkinkan untuk pulang ke Bandung, dan aku memutuskan untuk pergi ke Jakarta berdua dengan Raynar. Ketika Raynar tahu bahwa aku dan ia akan pergi ke Jakarta bertemu dengan Babahnya, Raynar tentu saja sangat senang. Ia menunjukkan rasa bahagianya dengan lebih banyak tertawa dan selalu mengatakan pada siapa pun yang ditemuinya bahwa ia akan pergi ke Jakarta naik kereta.


Kami berangkat sejak pagi, berharap bisa lebih banyak punya waktu bertiga di Jakarta nanti. Sepanjang perjalanan di kereta, Raynar terus bertanya kapan keretanya sampai di Jakarta. Dua stasiun sebelum tiba di Stasiun Gambir, Raynar semakin melonjak-lonjak kegirangan karena waktu untuk bertemu dengan Babahnya semakin dekat. Dan sesampainya di Gambir, Raynar sudah melihat Babah dari kejauhan dan ia segera berlari memeluk Babahnya. Sekangen itu, meski baru 3 minggu tidak bertemu.
Perjalanan dari stasiun dilanjutkan dengan berkunjung ke Monas. Raynar yang belum pernah melihat Monas dari dekat ternyata takjub melihat ada menara tinggi dengan emas besar di atasnya. Raynar pun melihat taman dengan penangkaran Rusa Totol. Dia senang bisa melihat Rusa yang sangat banyak di taman Monas.
Aku memesan hotel di kawasan Kalibata, tidak jauh dari apartemen suami. Siapa tahu di tengah liburan singkat kami, suamiku perlu kembali melanjutkan tugasnya atau ada panggilan mendadak dari atasan. Kami bertiga menuju kawasan Kalibata dengan menggunakan kereta KRL. Dari Monas menuju stasin Gondangdia suamiku mengajak Ranar untuk mencoba naik Bajaj.

Di kawasan sekitar hotel dan apartemen, ada beberapa mall yang bisa dijadikan pilihan untuk tempat makan. Dan kami memilih untuk istirahat dan makan di sebuah rumah makan masakan Jepang. Di sana, Raynar dan Babahnya berbincang dan mereka selalu ingin bersama.


Setelah makan siang, kami mulai menuju hotel untuk istirahat. Malam itu, kami memang tidak berencana pergi kemana pun, hanya berenang di hotel dan nonton di kamar. Raynar yang sudah bertemu dengan Babahnya sudah cukup senang hari itu, begitu menurut pengakuannya.
Hari kedua di Jakarta, kami sepakat untuk pergi ke Kebun Binatang Ragunan. Untukku dan Raynar, ini adalah kali pertama kami mengunjungi Ragunan. Sejak 2 tahun lalu, kami memang mulai rutin mengunjungi beberapa kebun binatang yang ada di tiap kota yang kami datangi dan mungkin akan terus berlanjut.
Di Kebun Binatang Ragunan, Raynar yang memutuskan binatang apa saja yang akan dilihat. Ia seperti sudah memiliki daftar binatang-binatang yang ingin dilihatnya seperti Merak, Singa, Komodo, Harimau, dan Ular. Namun di sana ia sama sekali menolak untuk berfoto, dan lebih memilih untuk menjadi fotografer untukku yang terus meminta untuk berfoto bersama.

Kebun Binatang Ragunan adalah kebun binatang dengan area yang sangat luas, di sana Raynar bisa berjalan sendiri hingga nyaris 5 kilometer tanpa digendong. Saat ia mulai kelelahan, kami mengajaknya untuk naik beberapa permainan kereta gantung di area permainan. Dan sudah bisa diduga, karena kangen, Raynar hanya memilih untuk bermain bersama Babah, dan aku punya kesempatan untuk mencoba makan Kerak Telor makanan khas Betawi.
Setelah dari Kebun Binatang Ragunan, kami berniat untuk berkunjung ke sebuah perpustakaan anak-anak di daerah Cilandak namun ternyata perpustakaan tersebut tutup saat kami tiba di sana. Akhirnya kami kembali ke hotel dan beristirahat sebelum kemudian berenang lagi di sore hari.
Hari ketiga di Jakarta kami harus check out hotel di siang hari. Pukul 10.30 kami sudah siap keluar hotel dan menuju stasiun untuk kembali ke daerah Gambir. Raynar meminta untuk berkunjung ke perpustakaan dan kami kembali naik Bajaj ke Perpustakaan Nasional Indonesia.

Di perpustakaan, Raynar memilih beberapa buku tentang binatang. Ternyata, ia mencari informasi lagi tentang binatang-binatang yang sehari sebelumnya ia lihat di kebun binatang. Raynar menemukan informasi tentang Capibara, binatang unik yang ditemuinya di kebun binatang. Di Perpusnas, kami juga istirahat makan siang lalu berlanjut main kembali di taman sekitaran Monas.
Baru kali pertama aku berkunjung ke Monas dalam waktu yang cukup lama. Meski tidak berkesempatan naik ke dalam Monas karena tiket sudah habis terjual, kami berkeliling taman sekitar Monas dan duduk-duduk di rumputnya. Sebenarnya menyenangkan jika dilakukan dalam waktu yang lebih santai, bukan seperti kami yang membawa travel bag karena sekalian menuju stasiun untuk kembali ke Bandung. Di taman Monas, Raynar dan Babahnya bermain pesawat kertas, mereka saling menerbangkan pesawat dan mengejarnya. Aku melihat Raynar yang sangat bahagia bisa bermain bersama Babah.
Ketika hari menuju sore, kami lanjut berjalan menuju stasiun Gambir. Istirahat sejenak, membeli beberapa bekal untuk makan malam, dan mandi. Saat itu Raynar mulai sedikit rewel. Mungkin karena ia sudah merasa akan segera berpisah lagi dengan Babahnya. Beberapa kata-kata diucapkan suamiku pada Raynar seperti tolong jaga Bubu, sholeh, dan nurut kata-kata Bubu serta ucapan sayang. Raynar mulai terasa melankolis, ingin segera kembali ke Babah saat mandi sehingga ia tampak sangat terburu-buru ketika bergerak dan akhirnya menangis ketika kami berada di tempat pemeriksaan tiket kereta untuk pulang. Raynar pun kembali berlari memeluk Babah dan berkata, “Aku mau besok aja pulangnya, maunya sama Babah.”

Selama 3 hari bersama Babah, berkumpul bersama bertiga membuat Raynar memang terasa lebih tenang dari biasanya saat kami berjarak. Ini aku rasakan benar-benar perbedaannya karena aku memang nyaris 24 jam selalu bersamanya, kecuali saat Raynar sekolah dan aku bekerja. Raynar memang butuh adaptasi ketika harus berjarak sementara dengan Babahnya. Namun tentu saja kualitas komunikasi kami bertiga perlu lebih ditingkatkan dengan menggunakan berbagai media komunikasi. Raynar yang sudah mulai tertarik dengan huruf setiap hari meminta untuk mengirim pesan pada Babahnya. Sesekali ia mengetik namanya, Bubu, Babah, atau mengetik semua huruf yang ada sambil menyebutkan hurufnya satu persatu.
Meski berjarak, kami mencoba seluruh peran tetap berjalan dengan baik, komunikasi terus terjalin, agar Raynar tetap mendapatkan pendamping emosinya secara utuh. Raynar tentunya akan lebih sering tantrum, marah, dan tidak menuruti perkataanku dibandingkan Babahnya. Memang setiap anak akan melakukan hal yang sama karena anak-anak yakin dengan ibunya, bagaimana pun tantrumnya mereka, ibu akan tetap sayang dan kembali lagi padanya. Dan peran ayah adalah sebagai benteng emosinya.

