
Apa Gunanya Dongeng?
Aku adalah guru anak usia dini sekaligus orangtua dari anak yang masih berada di usia golden age. Sejak tahun awal menjadi guru, aku sering mendapatkan pertanyaan dari orangtua mengenai bagaimana caranya mengajarkan membaca (secara teknis) pada anak-anak. Namun seringkali ketika aku memberi pertanyaan kembali, ‘Seberapa sering anda mengajak anak-anak mendongeng / membaca buku cerita?’ jawabannya sangat mengejutkan. Jarang, atau bahkan ada yang tidak pernah bercerita pada anaknya. Hal ini memunculkan keinginan untuk membuat ‘penelitian’ sederhana mengenai keterkaitan kesukaan orangtua dalam membacakan cerita / mendongeng pada anak dan efeknya terhadap kemampuan anak dalam membaca secara teknis sekaligus memahami bacaan. Dongeng adalah salah satu kebutuhan yang paling dasar dari kemampuan anak untuk bisa membaca secara teknis suatu saat nanti.
Hal inilah yang menjadi tujuanku dalam mendongeng. Menyuarakan bahwa aku sebagai guru dan juga orangtua telah merasakan manfaat yang begitu besar terkait kemampuan anak dalam berbahasa, wawasan, dan juga kemampuan anak dalam menganalisa dari ‘hanya sekedar’ kegiatan bercerita / mendongeng secara rutin pada anak. Maka, jika orangtua memiliki harapan yang besar terhadap kemampuan anak dalam membaca secara teknis, berikan pengalaman yang menyenangkan terhadap kegiatan membaca dan bercerita untuk membangun minatnya di awal. Bangun rasa penasaran pada anak terhadap bentuk-bentuk huruf yang abstrak, buat anak penasaran dengan kosakata dan cerita baru, tingkatkan kemampuan imajinasi anak dan juga kemampuannya berpikir logis sekaligus.
Mendongeng itu mudah. Tidak banyak keterampilan yang perlu dipelajari, bacakan saja cerita, tuturkan saja kisah seperti layaknya bercerita sehari-hari. Namun jika ingin menjadikan mendongeng sebagai sebuah profesi bagi diri, maka tak ada salahnya untuk lebih mendalami beragam teknik dalam mendongeng.
Aku bukan ingin menjadi pendongeng yang profesional sebenarnya, ketika aku memutuskan untuk belajar lebih detil mengenai teknik mendongeng dan segala yang ada di dalamnya. Aku ingin mendalami segala macam manfaat, kegunaan, dan efek dari dongeng pada anak-anak. Jadi apa sebenarnya dongeng itu?
Dongeng adalah sesuatu yang menyenangkan, sederhana, santai, dan juga mudah. Mendongeng itu sama saja dengan bercerita yang dapat menjadi salah satu media sebagai trauma healing atau sebagai media terapi. Mendongeng merupakan sebuah seni dalam berkomunikasi dan semua orang tentunya bisa mendongeng. Namun tentu saja dongeng itu merupakan sebuah skill yang harus dilatih untuk dapat membuatnya semakin menarik. Semua jenis seni itu berawal dari bahasa. Bahasa yang ditambah dengan musik, jadilah sebuah lagu. Bahasa yang ditambah gerakan menjadi tarian. Dan dongeng adalah sebuah seni dalam berkomunikasi.
Saat mendongeng, hal pertama yang dibutuhkan adalah alasan untuk mendongeng. Setiap pencerita perlu mengetahui tujuan apa yang ingin dicapainya saat mendongeng. Tujuan yang dimaksud dapat sesederhana untuk menghibur anak di rumah misalnya. Namun tentu saja saat mendongeng harus meluangkan waktu khusus, bukan mencari waktu luang, atau malah mendongeng di sela-sela kegiatan lain yang membuat kegiatan mendongeng tidak fokus.

Mendongeng terbagi menjadi dua, yaitu dongeng kreatif (storytelling), bercerita tanpa menggunakan teks, tanpa buku, tanpa atau dengan menggunakan alat bantu. Dan yang kedua adalah membacakan cerita dari buku (read aloud). Apapun jenis dongeng yang dipilih untuk dilakukan, perlu memperhatikan beberapa poin saat mendongeng / bercerita, seperti :
- Ada tujuan dalam melakukan dongeng.
- Perhatikan cerita : pilih yang disukai karena jika suka dengan ceritanya pasti akan diceritakan dengan bagus, kuasai ceritanya bukan dihafalkan, sesuaikan dengan kebutuhan serta tahap perkembangan / usia anak. Saat mendongeng, ceritakan pengalaman yang menyenangkan karena mendongeng itu mendidik tanpa mengajarkan. Dan yang terpenting adalah jangan membuat kesimpulan cerita dengan menyebutkan nilai moral dari cerita.
- Perhatikan suara, pelafalan jelas namun tidak harus mengubah-ubah suara. Pencerita yang baik adalah yang mampu bercerita dengan memukau meski tanpa mengubah-ubah suara. Bicara jangan terlalu cepat, biarkan saja otak yang berpikir cepat selanjutnya mau bercerita apa.
- Ekspresi. Setiap kata adalah rasa. Dengan menampilkan ekspresi dari setiap kata yang diucapkan, akan muncul rasa dari penyimak cerita.
- Bahasa tubuh atau gesture. Dengan bahasa tubuh dapat mengajak anak yang menyimak dongeng berkenalan dengan beragam emosi.
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa saat mendongeng, si pencerita tidak boleh menyebutkan kesimpulan dan nilai moral dari cerita yang dibacakan. Lalu bagaimana anak akan dapat menangkap hal yang ingin disampaikan?
Ajaklah anak berdiskusi. Berikan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, menyampaikan hal yang dirasakan dan dipahaminya dari cerita. Hindari untuk memberikan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya dan tidak atau hanya pertanyaan dengan jawaban berupa pilihan-pilihan sempit.
Teknis sederhana dalam mendongeng yang dapat dicoba dilakukan.
- Saat akan mulai mendongeng, pastikan memilih cerita yang disukai. Jika pendongeng / pencerita mendapatkan cerita yang tidak begitu disukai, cari bagian-bagian yang disukai untuk menjadi perhatian.
- Memulai cerita bisa dari percakapan yang menarik.
- Buatlah repetisi atau pengulangan kurang lebih 3-4 kali.
- Perhatikan 5 finger rules dalam cerita. Jika ditemukan satu kata sulit dalam cerita, berarti cerita mudah dipahami. 2-3 kata sulit di dalam cerita, anak akan belajar kosakata baru. Jika terdapat 4 kata sulit di dalam cerita, maka cerita tersebut menjadi tantangan. Namun jika sampai ditemukan 5 kata sulit dalam cerita, maka cerita tersebut sudah terlalu sulit untuk anak. Tentu saja, kata-kata sulit tersebut disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak.
Setiap kata dan cerita adalah rasa. Meski cerita yang disampaikan sama, tapi yang dialami bisa membuat cerita menjadi berbeda karena ada rasa yang melekat di setiap pencerita yang berbeda. Dalam dongeng / bercerita perlu terjadi komunikasi dua arah. Supaya emosi dalam cerita terasa, maka perlu memperhatikan teknik berikut :
- Perhatikan jenis emosi serta hal-hal yang menyebabkannya. Emosi positif seperti saat merasa senang dan bahagia, emosi negatif seperti sedih dan marah, dan emosi netral yang biasa dirasakan ketika seseorang tengah beribadah.
- Level emosi. Bagi pencerita level emosi terbagi ke dalam dua bagian yaitu emosi dalam narasi dan dialog. Emosi yang digambarkan dalam narasi disampaikan melalui kalimat pasif yang menceritakan mengenai seluruh keaadaan di dalam cerita. Sedangkan emosi dalam dialog disampaikan dalam kalimat aktif berupa percakapan yang mampu memunculkan emosi dan karakter tokoh.
- Kunci memunculkan emosi dalam cerita adalah baca – baca – baca – dan bacakan. Hal ini berlaku untuk dongeng atau cerita yang tidak dibuat sendiri oleh pencerita. Dengarkan nadanya, intonasinya, dan kecepatan saat berbicara. Saat bercerita, perlu dilakukan teknik pause, mempercepat, dan melambat untuk memunculkan emosi.
Untuk mempermudah mengingat alur saat mendongeng, dapat dibuat story bones berupa gambar-gambar sederhana dari inti cerita yang disampaikan. Biasanya story bones dibuat dalam 6 bagian cerita. Story bones sebaiknya dibuat sendiri dengan menggambar meski dengan bentuk yang sangat sederhana. Hal ini tujuannya agar pendongeng lebih mengingat dengan baik hal yang akan disampaikan.


Tapi, tentu saja untuk kebutuhan dongeng di rumah, membuat story bones tidak menjadi suatu keharusan. Yang penting kita perlu perhatikan tujuan mendongeng untuk apa, dan lakukan saja.
Yuk, luangkan waktu untuk mendongeng setiap hari untuk anak di rumah dan jadikan sebagai budaya demi perkembangan anak-anak kita.
* Materi tulisan dikembangkan dari materi Kelas Dongeng bersama Kak Aio.

