
Sebuah Proses yang Tak Sederhana
Proses literasi semakin banyak digerakkan di negeri ini, namun banyak terjadi mispersepsi dalam penerapannya. Padahal literasi melingkupi banyak aspek, bahkan dalam pengembangan karakter. Sebagai guru (dan juga orangtua) tentu ingin anak (-anak) mengalami proses membaca yang utuh. Bagaimana proses membaca yang utuh?
Sebuah penelitian sederhana kulakukan sejak awal tahun 2015, hanya untuk sekedar membuktikan bahwa read aloud dapat membantu perkembangan karakter dan bahasa anak hingga kemampuannya terhadap keaksaraan.
Langkah awal yang dilakukan adalah berbicara sendiri pada janin dalam kandungan, membacakan buku cerita pada anak yang wujudnya pun belum diketahui. Berdasarkan banyak teori serta penelitian di luar sana bahwa membacakan buku pada janin akan berhasil, maka kucoba saja lakukan. Hal itu dilakukan setiap hari setiap waktu hingga akhirnya terasa seperti sebuah kewajiban selama 9 bulan. Selain membacakan buku, afirmasi positif terus dilakukan pada diri sendiri sekaligus untuk janin di dalam kandungan selama rentang waktu tersebut. Segala hal dapat dibicarakan bahkan saat meminta bantuan dan kerja samanya.
Apa benar membacakan buku pada bayi ada gunanya? Padahal bayi pun belum memahami. Bayi memang belum paham namun ia bisa mendengar dan melihat. Sehingga sejak dini mengenalkan literasi pada anak dengan menggunakan berbagai cerita karakter dan juga imajinasi dengan keyakinan bahwa anak dapat mendengar suara orangtuanya dan melihat buku yang dibacakan. Kegiatan bercerita yang dijadikan sebagai kebiasaan, keharusan, dan dilakukan secara konsisten kemudian membuat anak menjadi terbiasa dengan paparan bahasa meski belum semua ia pahami maknanya.
Semakin bertumbuhnya seorang anak, dan ketika ia telah mampu mengungkapkan keinginannya, anak akan mulai meminta untuk dibacakan buku. Seringkali ketika anak telah menyukai sebuah buku maka ia akan meminta dibacakan buku yang sama berulang-ulang selama beberapa waktu. Di sini, akar-akar sadar belajar sudah dimulai, ketika anak dapat proaktif meminta membaca buku dan merasa membutuhkannya. Dan pada fase ini, minat telah tumbuh sebelum beranjak dengan motivasi yang lebih banyak lagi.
Tahapan selanjutnya, anak akan mulai menyadari bahwa deretan bentuk abstrak yang dilihatnya di buku memiliki makna dan dapat dibaca. Ia akan mulai berpura-pura membaca dan memaknakan tulisan-tulisan abstrak sesuai dengan persepsinya sendiri. Melakukan coret-coret seakan-akan sedang menuangkan idenya pun akan muncul. Dukungan orangtua dan guru pada tahap ini sangat besar peranannya, karena sesungguhnya anak telah memiliki modal dasar untuk sadar belajar, berusaha sendiri untuk mencapai perkembangan tahapan selanjutnya, namun ia pun membutuhkan dukungan serta difasilitasi dengan hal-hal yang tepat. Orangtua dan guru dapat mulai mengenalkan bentuk-bentuk geometri dan memaknakannya, hal ini berguna sebagai dasar pengenalan huruf.
Bermain yang menyenangkan bagi anak adalah bermain bersama orangtuanya, hal ini memberikan banyak manfaat bagi pengembangan karakter anak dimulai dari perasaan aman serta motivasi untuk dapat mencapai suatu kemampuan dengan dukungan orangtuanya. Permainan yang dapat dilakukan dan mudah dilakukan kapan saja bersama adalah permainan peka bunyi huruf. Bagi anak yang telah menunjukkan minatnya terhadap tahap membaca awal, permainan ini dapat dilakukan. Misalnya dengan bermain tebak kata yang diawali dari huruf-huruf vokal. Kosakata yang dimiliki oleh anak dari rutinitasnya membaca buku dapat dimunculkan pada permainan ini.
Jika memang anak telah menunjukkan minatnya dalam membaca huruf-huruf yang ada, fasilitasi saja dengan lebih banyak memberi paparan huruf-huruf seperti mainan bentuk huruf, poster huruf, kartu huruf bergambar, dan sebagainya. Dan tentu saja jangan melupakan memberikan anak-anak akses buku bertema menarik beserta gambarnya yang menarik untuk dibaca bersama. Perlu diingat bahwa anak perlu ditumbuhkan terlebih dahulu minat bacanya sebelum mengajaknya melangkah untuk belajar membaca secara formal dan teknis. Tentu saja hal ini untuk menghindari motivasinya yang bisa saja semakin menurun ketika anak sudah diberikan tantangan berat sebelum ia memiliki kesiapan dasar dalam membaca secara teknis. Proses selanjutnya tentu tidak akan banyak mengalami kendala, anak akan dengan mudah melanjutkan proses belajarnya sendiri karena pada dasarnya mereka telah memiliki kemampuan dalam membuat dirinya menguasai suatu keterampilan.
Pengembangan karakter dapat seiring sejalan dan dapat beritegrasi dengan proses literasi. Karena literasi merupakan proses ‘membaca’ yang tidak sederhana bukan sekedar mampu A B C. Pengembangan karakter pun bukan sekedar memberi doktrin mengenai baik-buruk dan benar-salah. Hal termudah yang bisa dilakukan adalah mengenalkan karakter baik melalui berbagai cerita buku atau dongeng. Tentu saja hal ini sekaligus memberi paparan bahasa pada anak dalam permulaan persiapan membacanya. Dalam perjalanannya proses membaca dibutuhkan kesabaran, konsistensi, serta harus disadari bahwa keterampilan ini tidak bisa diperoleh secara instan. Bukan hanya pada anak tetapi juga orangtua, pun gurunya. Karena proses literasi dimulai bahkan sebelum anak itu lahir ke dunia.
Proses yang tak sederhana dan tak mudah namun dapat dimulai dengan kegiatan sederhana serta mudah seperti bercerita. Karena buku takkan pernah salah.

