Books & Stories,  Parenting

Shalat yang Menyenangkan

Aku sedang membaca buku mengenai makna shalat, buku berjudul ‘Buat Apa Shalat?!’ karya Haidar Bagir cukup banyak membuat merenung. Karena ternyata, jika kita sebagai muslim telah mampu mencapai kesempurnaan shalat, Allah akan memberikan banyak sekali manfaat bagi kehidupan.

‘Buat Apa Shalat?!’ karya Haidar Bagir.

Namun, kesempurnaan shalat tidak mudah. Karena imbalannya yang sangat luar biasa, tentu usaha yang dilakukannya pun tidak mudah. Kita perlu belajar sepanjang hayat. Kemudian, muncul pertanyaan baru, bagaimana kita bisa dan mampu belajar sepanjang hayat mengenai shalat yang baik jika belum menjadikan shalat suatu kebutuhan yang menyenangkan? Hanya menyimpannya dalam deretan daftar kewajiban semata?

Di hari Isra Miraj, aku berkesempatan mengikuti webinar yang diadakan oleh OpenMind Consulting and Coaching yang dikelola oleh seorang sahabat lama, Siti Fauziah. Sahabatku dari Surabaya yang belajar bersama menjadi trainer di Jakarta. Saat belajar dulu, kami selalu menjadi partner sekamar selama beberapa hari bahkan pernah nyaris 2 minggu. Aku belajar bagaimana menjadikan shalat yang sangat istimewa ini menjadi menyenangkan bagi anak-anak. Bagaimana caranya mengajak anak (dan keluarga) mencintai shalat dan menjadikannya penuh makna.

Jadi, mengapa shalat dikatakan sebagai ibadah yang sangat istimewa?

  • Shalat diperintahkan langsung oleh Allah pada Rasulullah dalam perjalanannya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Isra ayat 1.
  • Shalat tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun, selama manusia masih sadar dan bernyawa. Meski dalam kondisi sakit, perang, dalam perjalanan, mengalami bencana, dan sebagainya. Namun Allah pun mengatur bagaimana tata cara shalat dalam kondisi-kondisi tersebut dan kemudahan dalam menjalankannya.
  • Shalat merupakan ibadah yang paling banyak disebutkan di dalam Al-Quran. Ada 33 perintah shalat yang tercantum di dalam ayat-ayat Al-Quran.
  • Shalat 5 waktu memiliki kesetaraan dengan shalat 50 waktu yang dilakukan oleh umat-umat sebelum Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah mengajarkan shalat dengan cara yang sangat menyenangkan. Mengenalkan Allah sebagai Sang Pencipta yang Rahman dan Rahiim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang), bukan menakut-nakuti.

Melakukan pembiasaan shalat pada anak dengan menggunakan cara Rasulullah memiliki tahapan sebagai berikut :

  • Mengenalkan. Sejak di dalam kandungan, orangtua dapat mengenalkan shalat pada janin di dalam kandungan. Setiap kali ibu melakukan shalat, ucapkan sambil membelai perut, misalnya ‘Nak, ibu sekarang mau shalat subuh, yuk bangun. Kita shalat sama-sama.’ Lakukan secara konsisten setiap kali ibu akan melakukan shalat, ajak anak untuk shalat bersama.
  • Mencontohkan. Anak akan melakukan apa yang dilihatnya. Seperti filosofi teko, apa yang ada di dalam teko, itulah yang akan dikeluarkan. Jika orangtua selalu melakukan shalat tepat waktu, shalat berjamaah maka hal tersebut yang akan tampak dalam perilakunya dan menjadi contoh terbaik bagi anak.
  • Mengajarkan. Pada usia anak 7 tahun, orangtua dapat mulai mengajarkan tata cara shalat yang baik dan benar. Jika sebelumnya anak baru dibangun minatnya dengan shalat yang menyenangkan, maka saat usia anak sudah mencapai 7 tahun, rukun shalat, doa-doa yang dibaca saat shalat, posisi tubuh yang benar saat shalat dan sebagainya mulai diajarkan dengan lebih formal. Hal ini dilakukan saat usia 7 tahun karena kemampuan anak dalam berpikir abstrak mulai terbentuk.
  • Membiasakan. Allah memberikan waktu selama 3 tahun, sejak usia 7-10 tahun untuk belajar dan mulai pembiasaan di usia 10 tahun. Jika tahapan-tahapan telah dilakukan dan telah mengenalkan shalat dengan menyenangkan pada anak, maka orangtua dapat memberikan konsekuensi / hukuman yang mendidik pada anak. Namun, jika tahapan-tahapan yang harus dilakukan belum sempurna, maka orangtua tidak boleh memberikan hukuman pada anak jika tidak melaksanakan shalat. Tahapan tersebut harus dirunut dan dilakukan kembali hingga seluruh tahapan dilalui.

Dalam melakukan pembiasaan shalat, cara-cara yang dilakukan Rasulullah adalah sebagai berikut :

  • Memberikan pengalaman shalat yang menyenangkan. Rasulullah melaksanakan shalat sambil menjaga cucunya Hassan dan Hussein. beliau membiarkan kedua cucunya bermain di punggungnya ketika bersujud dan memperpanjang sujudnya hingga cucu-cucunya selesai bermain. Hal ini diperbolehkan agar membentuk persepsi bagi anak bahwa shalat itu menyenangkan. Selain itu, ucapkan kalimat ajakan shalat yang baik, ajak anak melakukan shalat karena ingin dicintai Allah, ingin mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan batin dari Allah. STOP mengatakan bahwa jika anak tidak shalat akan masuk neraka, STOP mengatakan bahwa jika anak tidak shalat, Allah akan marah. Karena sesungguhnya, sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang perlu dikenal lebih baik oleh anak.
  • Bangunkan anak untuk shalat tanpa bentakan. Caranya adalah dengan menggunakan kata-kata yang lemah lembut, usap punggung dan kepala anak, nyalakan lampu kamar, percikkan air ke wajah jika masih belum bangun, jika anak sudah mulai membuka mata ajak ia bercanda, serta jangan lupa memberinya apresiasi jika sudah berwudhu.
  • Fokus pada progres. Setiap kali anak melakukan shalat, beri apresiasi atas perilaku yang sudah baik. Misalnya apresiasi anak sudah mampu menyelesaikan seluruh rakaat shalat, sudah tidak banyak bergerak, mulai hafal doa shalat atau surat pendek, dan sebagainya. Hindari selalu mengevaluasi anak kekurangan atau ketidaksempurnaannya ketika shalat. Fokuskan saja pada perkembangan yang telat dicapai anak meski hanya sedikit. Bila akan mengingatkan, dahulukan dengan apresiasi atau pencapaian baik anak.
  • Dekatkan dengan masjid. Kenalkan anak pada masjid dan orang-orang yang cinta shalat. Sebagai orang dewasa, biasakan menyapa anak yang datang ke masjid, beri anak apresiasi saat datang ke masjid. Agar anak-anak memiliki persepsi baik pada orang-orang yang ada di masjid (orang di masjid ramah dan baik). Jadikan masjid sebagai tempat yang nyaman bagi anak, bisa bermain dan belajar shalat dengan bahagia.
  • Ceritakan mengenai keutamaan shalat. Pada anak-anak usia dini, kegiatan bercerita melalui dongeng dapat dilakukan. Bisa juga dilakukan melalui cerita boneka, permainan dramatisasi yang menarik dan menyenangkan.
  • Berikan reward dan punishment yang mendidik. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa punishment tidak boleh diberikan jika tahapan-tahapan sebelumnya yang membuat pengalaman shalat yang menyenangkan belum dilakukan oleh orangtua, sebelum orangtua dapat menjadi contoh yang baik bagi anak dalam melaksanakan shalat, punishment sebaiknya tidak diberikan dulu. Berikan reward mendidik sesuai dengan usianya. Reward tidak selalu berupa barang namun juga dapat berupa papan reward yang ditempel stiker sebagai tanda anak telah melakukan shalat serta apresiasi verbal yang menambah motivasi. Reward diberikan dengan menyesuaikan usia anak.
  • Mendoakan agar anak selalu istiqomah melaksanakan shalat. Jika orangtua menginginkan anak untuk selalu istiqomah melakukan shalat, orangtua pun tentunya perlu menjadi contoh dan juga konsisten mendoakan anak agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mencintai shalat.
Reward stiker untuk belajar konsisten shalat satu per satu.

Lalu, bagaimana jika partner dalam keluarga belum dapat menjadi contoh shalat bagi anak? Maka, fokuskan pada anak dan ajak anak untuk sama-sama mendoakan ayah / ibunya agar sama-sama menjadi golongan umat yang melaksanakan shalat. Belum memiliki dukungan pasangan untuk mengajak anak shalat bukan berarti sebagai orangtua menunda atau berhenti memberi anak pengalaman menyenangkan terhadap ibadah shalat. Namun hal tersebut menjadikan ladang dakwah bagi kita untuk dapat mengajak keluarga semuanya masuk ke dalam golongan umat yang melaksanakan dan cinta shalat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *